"Jika kalian berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya"



 photo islamic_wallpaper_hd_4.jpg

-Abu Dzaar-

"Kekasihku Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan padaku untuk mengatakan yang benar walau itu pahit,dan memerintahkan padaku agar tidak takut terhadap celaan saat berdakwah di jalan Allah" (HR. Ahmad 5: 159)

 photo 10414_1280x800.jpg

--Imam Malik-Rahimahullah--

"Seseorang hanya bisa menjadi baik setelah meninggalkan apa yang tidak berguna baginya, dan sibuk dengan apa yang berguna baginya. jika dia telah melakukannya, pasti Allah akan membuka hatinya"(Asy-Syarbashi, Al-Aimmah Al-Arba'ah, 98)

 photo blue_landscape-wallpaper-1366x768.jpg

--Imam Ahmad bin Hanbal-Rahimahullah--

"Dasar-Dasar sunnah menurut kami adalah berpegang teguh dengan ajaran Sahabat Rasulullah SAW berusaha meneladani dan meninggalkan segala bid'ah" (Da'a'im Minhaj Nubuwwah, Hal 57-48)

 photo Free-Download-Nature-HD-Wallpapers.jpg

--Imam Syafi’i-rahimahullah--

“Aku pernah mengadukan kepada Waki’ tentang jeleknya hafalanku. Lalu beliau menunjukiku untuk meninggalkan maksiat. Beliau memberitahukan padaku bahwa ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidaklah mungkin diberikan pada ahli maksiat.” (I’anatuth Tholibin, 2: 190)

 photo landscape-photography-wallpaper-3.jpg

--Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam--

"Aku memberikan jaminan rumah di pinggiran surga bagi orang yang meningalkan perdebatan walaupun dia orang yang benar" (HR. Abu Dawud, no. 4800)

Kamis, 12 Oktober 2017

ANTARA TRADISI dan SENDI-SENDI TAUHID

ANTARA TRADISI dan SENDI-SENDI TAUHID, Gugatan Ilmiah Terhadap Usaha Pelestarian Situs dan Tradisi Bersejarah yang Menyimpang

(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Nasim Mukhtar)
Kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari kebudayaan, tradisi, dan adat-istiadat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat-istiadat. Adapun tradisi adalah adat kebiasaaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat. Adat-istiadat adalah tata-kelakuan yang kekal dan turun-temurun dari generasi satu ke generasi lain sebagai warisan sehingga kuat integrasinya dengan pola perilaku masyarakat.
Perselisihan akan selalu terlahir setiap saat jika kebenaran ditentukan oleh kebudayaan, tradisi, atau adat-istiadat. Pertentangan terhadap Islam, dalam sejarah, malah terfondasikan pada kejumudan dan sikap fanatik mempertahankan tradisi serta adat-istiadat yang berlaku pada tatanan masyarakat. Sering, untuk memusuhi dakwah Nabi n, kaum musyrikin beralasan dengan berpegang kokoh kepada ajaran nenek moyang. Allah l berfirman tentang mereka:
Mereka berkata, “Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami juga. Kamu menghendaki untuk menghalang-halangi (membelokkan) kami dari apa yang selalu disembah oleh nenek moyang kami, karena itu datangkanlah kepada kami bukti yang nyata.” (Ibrahim: 10)
Begitu pula yang dinyatakan oleh kaum Nabi Syu’aib, Nabi Nuh, Nabi Shalih, dan kaum para nabi lainnya r. Setiap kaum berkata kepada nabi yang diutus kepada mereka, “Apakah kamu melarang kami untuk menyembah apa yang disembah oleh bapak-bapak kami?”
Memang, tidak semua bentuk tradisi dan adat-istiadat berjalan berlawanan dengan hukum-hukum Islam. Tidak seluruh tradisi dan adat-istiadat yang berlaku di masyarakat kemudian ditentang dan hendak dihapuskan oleh Islam. Namun, apa pun bentuk dan cara penilaian yang ada, haruslah tunduk dan sesuai dengan syariat yang diemban oleh Rasulullah, termasuk tradisi dan adat-istiadat.
Dalam pembahasan ringkas kali ini, kita hanya membatasi pembicaraan pada dua tradisi besar dalam masyarakat Indonesia yang bertentangan dengan syariat Islam. Memang banyak sekali tradisi dan adat-istiadat yang tidak sejalan dengan bimbingan Rasulullah sehingga membutuhkan pembahasan yang lebih luas. Banyaknya tradisi dan adat-istiadat yang bertentangan dengan Islam memberikan sebuah pembelajaran bagi kita bahwa betapa masyarakat muslimin sangat membutuhkan pelajaran tentang tauhid lalu mengamalkannya dan pengetahuan tentang kesyirikan agar dijauhi dan ditinggalkan.
Dua hal terkait dengan tradisi yang akan diangkat dalam pembahasan kali ini adalah:
Pertama, usaha pelestarian situs dan tradisi bersejarah.
Kedua, tradisi menyembelih (larung, sedekah laut, dan sedekah bumi).
Tapak Tilas Situs Bersejarah, Usaha Iblis Memperjuangkan Kesesatan
Ada banyak alasan yang dikemukakan untuk melestarikan situs-situs bersejarah. Sekadar mengenang sejarah, misalnya. Alasan lain, menghormati jasa pahlawan atau pendahulu, sumber pendapatan daerah, menarik investasi, mengembangkan pariwisata daerah, mengenalkan daerah kepada masyarakat luas, dan seterusnya. Namun, sebuah fakta dan kenyataan yang ada bahwa usaha tersebut telah memberikan peluang besar dan membuka pintu selebar-lebarnya bagi setan untuk menjerumuskan manusia ke dalam lubang dosa, yaitu kesyirikan.
Apa pun pernyataan yang diungkapkan dalam rangka membela diri, tetap saja usaha pelestarian situs-situs bersejarah telah menempatkan manusia dalam keadaan meyakini keagungan tempat-tempat tersebut. Akhirnya, sebagian orang terdorong mendatangi tempat-tempat tersebut dalam rangka bertabarruk.
Tabarruk maknanya mencari berkah. Berkah itu sendiri maknanya adalah adanya kebaikan dan bertambahnya kebaikan tersebut pada sesuatu. Mencari berkah haruslah dari Dzat yang memiliki dan menguasainya, yaitu Allah l. Dia-lah yang menurunkan berkah dan memberikannya. Makhluk tidak dapat memberikan berkah apalagi membuatnya. Maka dari itu, suatu tempat atau seseorang dinyatakan mempunyai berkah, haruslah didasarkan keterangan dari Allah l dan Rasul Nya n. Demikian pula cara dan bentuk mencari berkah. Semuanya haruslah tunduk pada ketentuan yang ditetapkan Allah, Dzat Yang Maha Memberi berkah.
Tabarruk dengan tempat, petilasan, atau orang (hidup atau mati) tidak diperbolehkan. Hal tersebut adalah kesyirikan, jika ia meyakini bahwa hal itu dapat memberikan berkah; atau menjadi wasilah (sarana) kepada kesyirikan, jika ia meyakini bahwa kedatangannya, tamassuh (mengusap bagian-bagian tertentu), dan ibadahnya pada tempat tersebut hanyalah sebagai sebab datangnya berkah dari Allah l.
Bagaimana dengan Perbuatan Sahabat terhadap Nabi?
Perbuatan para sahabat bertabarruk dengan rambut Nabi, air ludah beliau, ataupun hal-hal lainnya adalah kekhususan untuk Nabi pada zat diri beliau saja. Buktinya, para sahabat tidak bertabarruk dengan kamar atau kubur beliau n setelah wafatnya. Para sahabat juga tidak melaksanakan shalat pada tempat-tempat yang pernah digunakan oleh Nabi untuk shalat atau duduk dalam rangka bertabarruk. Apalagi tempat-tempat yang digunakan oleh selain Nabi!
Para sahabat tidak bertabarruk dengan orang-orang yang saleh semisal Abu Bakr, Umar, dan sahabat mulia yang lain. Tidak pada masa hidup mereka apalagi setelah meninggalnya. Mereka juga tidak bepergian menuju goa Hira untuk shalat atau berdoa.
Demikian juga tempat-tempat yang pernah digunakan oleh Nabi untuk shalat, baik di Makkah maupun di Madinah. Tidak ada seorang salaf pun yang mencium atau mengusap-usapnya.
Jika tempat yang pernah diinjak oleh kedua telapak kaki Nabi yang mulia dan pernah digunakan Nabi untuk shalat tidak disyariatkan untuk dicium dan diusap, bagaimana mungkin disyariatkan pada tempat yang digunakan untuk shalat atau tidur oleh selain beliau? (al-Irsyad, asy-Syaikh al-Fauzan)
Bandingkan dengan apa yang dilakukan dan diyakini oleh para peziarah dalam acara Grebeg Syawal, sebuah acara ziarah yang diselenggarakan oleh keluarga Kraton Kanoman, Cirebon. Acara ini dilakukan sepekan setelah Hari Raya Idul Fitri. Grebeg Syawal adalah saat keluarga keraton Kanoman Cirebon, berziarah ke makam leluhur, yakni ke komplek pemakaman Sunan Gunung Jati, di Gunung Sembung, sekitar lima kilometer arah utara dari pusat kota Cirebon.
Selain dengan tujuan berziarah, sebagian pengunjung memanfaatkan kesempatan hari itu untuk mencari berkah. Seperti
kuburan dan lokasi-lokasi lain yang dianggap keramat, pemakaman Gunung Jati tidak luput dari orang-orang bermaksud demikian, baik untuk mendapat tempat “basah” dalam pekerjaan di kantor, mendapat jodoh, maupun agar dagangan laris. Sebagian peziarah juga mengambil beberapa benda dari dalam komplek, seperti bunga ziarah di atas makam, ranting pohon, abu bekas kemenyan, dan apa saja yang dianggap mempunyai “kekuatan”, serta mencuci muka dari air yang tersedia. Sebagian pengunjung bersujud di depan pintu. Ada pula yang melempar uang sekadarnya.
Contoh lain, di Kota Mataram. Masyarakat biasanya datang ke dua tempat, yaitu Makam Bintaro dan Makam Loang Baloq. Dua makam itu dipandang cukup keramat. Dalam ziarah kubur, warga sejatinya tidak hanya memanjatkan doa, tetapi juga melakukan beragam ritual keagamaan dan atraksi simbolik. Misalnya, di dua makam yang dianggap keramat tadi pengunjung menyempatkan mencukur rambut bayinya (ngurisan). Bayi yang dicukur rambutnya di tempat tersebut diyakini akan menjadi anak yang saleh dan sukses di masa yang akan datang.
Tentunya, bagi orang yang berakal dan menginginkan kebenaran, cukuplah baginya beberapa dalil berikut ini. Dalil-dalil yang menjelaskan bahwa ritual-ritual tersebut dan yang semisalnya adalah pintu-pintu kesyirikan yang dilarang dalam agama Islam.
Dalil-Dalil Naqli
1. Al-Imam al-Bukhari dan al-Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari Ummu Salamah x. Beliau pernah menceritakan kepada Rasulullah tentang sebuah bangunan gereja yang dilihatnya di negeri Habasyah serta lukisan-lukisan di dalamnya. Lantas Rasulullah bersabda:
أُولَئِكِ إِذَا مَاتَ مِنْهُمُ الرَّجُلُ الصَّالِحُ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا ثُمَّ صَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّورَةَ أُولَئِكِ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللهِ
“Jika ada orang baik di antara mereka meninggal dunia, mereka membangun masjid di atas kuburnya dan membuat gambar lukisannya. Mereka adalah seburuk-buruk makhluk di sisi Allah.”
Yang dimaksud masjid dalam hadits di atas tidak terbatas pada pengertian masjid yang sehari-hari kita ketahui. Namun, meliputi setiap bangunan yang didirikan di atas atau di sekeliling kuburan.
Sangat kontras dengan yang dilakukan oleh sebagian umat pada masa kita ini. Sungguh, kita melihat dan mendengar secara langsung, kuburan dikeramatkan. Terjadi usaha, bahkan perlombaan, untuk mendirikan bangunan di sekitar kuburan, memasang dan menjual foto atau lukisan orang-orang yang dianggap wali. Bahkan, hal ini dijadikan sebagai sumber pendapatan daerah. Mahasuci Allah l dari yang mereka perbuat.
Sebagian pelaku kesyirikan bahkan menamakannya sebagai “wisata ziarah” atau “wisata religi”. Kita bisa melihatnya pada makam Wali Songo, misalnya. Kuburan yang mewah, indah, lengkap fasilitasnya, dan beberapa kali direnovasi. Hal seperti ini adalah bentuk kesyirikan yang nyata.
Buktinya, hati para peziarah merasa lebih tenang dan khusyu saat berada di makam dan kuburan orang yang dikeramatkan. Adakah ketenangan dan kekhusyuan itu dirasakan kala mereka melakukan shalat di masjid-masjid Allah l?
Syaikhul Islam t berkata, “Oleh karena itu, engkau pasti dapat menyaksikan para pelaku kesyirikan akan merasakan ketenangan, kekhusyuan, dan kepasrahan kala berada di sisi kubur. Mereka beribadah dengan hati. Padahal, mereka tidak merasakan hal demikian ketika berada di masjid, rumah Allah l. Mereka berharap berkah shalat dan doa yang tidak mereka harapkan ketika melakukannya di masjid.” (Fathul Majid)
2. Al-Hafizh Ibnu Katsir t menjelaskan dalam al-Bidayah wan Nihayah (2/60) bahwa Yunus bin Bukair meriwayatkan dari Muhammad bin Ishaq, dari Abu Khalid bin Dinar, bahwa Abul Aliyah pernah menyampaikan kepada kami, “Saat menaklukkan daerah Tustar, kami mendapatkan sebuah ranjang di rumah al-Hurmuzan. Di atas ranjang tersebut ada sesosok jenazah. Di samping kepalanya ada sebuah kitab. Kami mengambil kitab tersebut kemudian menyampaikannya kepada Umar bin al-Khaththab z. Selanjutnya, Umar memanggil Ka’b dan memintanya untuk menerjemahkannya ke bahasa Arab. Ia berkata, ‘Akulah orang Arab pertama yang membacanya. Aku baca seperti halnya aku membaca Al-Qur’an’.”
Aku pun bertanya kepada Abul Aliyah, “Apa yang disebutkan dalam kitab tersebut?”
Ia menjawab, “Perjalanan hidup kalian, perkara dan kesalahan berbicara kalian serta hal-hal yang akan terjadi.”
Aku bertanya lagi, “Lantas apa yang kalian perbuat pada jenazah tersebut?”
Abul Aliyah menjawab, “Siang harinya, kami menggali tiga belas buah lubang pada tempat yang berbeda. Malam harinya, kami mengubur jenazah tersebut dengan meratakan ketiga belas lubang itu agar tidak diketahui oleh orang yang ingin membongkarnya.”
Aku bertanya lagi, “Apa yang mereka harapkan dari perbuatan tersebut?”
Beliau menjawab, “Dahulu, apabila langit tidak menurunkan hujan, mereka mengeluarkan jenazah itu dengan ranjang tidurnya. Lalu hujan pun turun untuk mereka.”
Kembali aku bertanya, “Menurut kalian, siapakah orang tersebut?”
Abul Aliyah menjawab, “Seseorang yang kerap dipanggil dengan nama Danial.”
Aku bertanya lagi, “Sudah berapa lama ia meninggal semenjak kalian menemukannya?”
Ia menjawab, “Sudah 300 tahun sebelumnya.”
Aku bertanya heran, “Tidak ada sedikitpun yang berubah pada jasadnya?”
Abul Aliyah menjawab, “Tidak. Hanya beberapa helai rambut belakangnya. Sesungguhnya jasad para nabi tidak dihancurkan oleh bumi dan tidak dimakan oleh binatang buas.”
Setelah membawakan kisah ini, Ibnu Katsir t berkata, “Kisah ini sanadnya sahih sampai kepada Abul Aliyah.” Kisah ini juga dibawakan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang sahih (no. 33813) dari Anas bin Malik z.
Perhatikanlah bimbingan para sahabat. Pada saat menemukan jasad tersebut, mereka tidak menjadikan tempat tersebut sebagai tempat berziarah. Mereka juga tidak membuat bangunan di atasnya, tidak pula membenarkan perbuatan orang-orang Persia yang menggunakan jasad tersebut untuk memohon turunnya hujan. Yang mereka lakukan justru menutup cerita, menghilangkan kuburnya, dan memutus urat nadi fitnah. Andai saja cara berfikir orang Yahudi yang mereka tempuh, tentu mereka akan segera mengagungkan tempat tersebut, menjadikannya sebagai tempat beribadah, dan menetapkan acara tahunan untuk berziarah. Berbeda halnya dengan keadaan sekitar kita bukan?
Marilah kita ambil sebuah contoh lain. Makam Syiah Kuala (Abdurrauf Singkel atau Abdurrauf Fansuri) yang terletak di daerah Nanggroe Aceh Darussalam. Setelah rusak terkena bencana tsunami beberapa waktu yang lalu, kini makam itu kembali dipugar. Lebih indah dan bertambah mewah. Semua dilakukan dengan menelan biaya besar. (Serambi Indonesia)
Manakah yang lebih baik dan lebih tinggi derajatnya? Seorang nabi bernama Danial ataukah seseorang yang dikenal sebagai Syiah Kuala?
Siapakah yang lebih mencintai dan memahami ajaran Islam? Para sahabat yang masih hidup ketika jasad Nabi Danial ditemukan ataukah pihak-pihak yang memperjuangkan agar Syiah Kuala dibangun makamnya?
Mengapa penglihatan, pendengaran, dan hati mereka tidak dipergunakan untuk tunduk kepada bimbingan generasi terbaik umat ini?
Masih banyak dan tidak terbilang jumlahnya situs-situs bersejarah yang dipugar dan dilestarikan. Entah itu berupa makam raja-raja, makam kasultanan, makam wali, atau tempat-tempat pemujaan kepada selain Allah l. Kami berlepas diri dari perbuatan semacam itu, ya Allah.
3. Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin al-Khaththab muncul gejala pada sebagian kaum muslimin yang memiliki ketergantungan kepada barang-barang peninggalan dan situs-situs sejarah yang tidak tercantum dalam nash/dalil. Fenomena ini dapat memengaruhi keagamaan mereka. Oleh karena itu, Umar bin al-Khaththab dan para sahabat melarang serta memperingatkan manusia dari perbuatan tersebut.
Diriwayatkan dari al-Ma’rur bin Suwaid, ia bercerita, “Kami pergi mengerjakan haji bersama Umar bin al-Khaththab. Di tengah perjalanan, tampak sebuah masjid di depan kami. Orang-orang lalu bergegas untuk mengerjakan shalat di dalamnya. Umar pun bertanya, ‘Ada apa dengan mereka itu?’ Orang-orang menjawab, ‘Itu adalah bangunan masjid yang Rasulullah pernah mengerjakan shalat di situ.’ Umar pun berkata:
إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ اتَّخَذُوا آثَارَ أَنْبِيَائِهِمْ بِيَعًا، مَنْ مَرَّ بِشَيْءٍ مِنَ الْمَسَاجِدِ فَحَضَرَتِ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ وَإِلاَّ فَلْيَمْضِ
“Wahai manusia, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa lantaran menjadikan tempat-tempat yang pernah dilalui oleh nabi mereka sebagai tempat ibadah. Siapa saja yang menjumpai shalat wajib maka shalatlah di situ. Kalau tidak, lewatilah saja.” (Diriwayatkan oleh Abdurrazaq dalam al-Mushannaf 2/118—119, dan Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf 2/376—377)
Syaikhul Islam t berkata tentang atsar ini, “Nabi tidaklah bermaksud mengkhususkan shalat pada tempat tersebut. Beliau shalat di tempat itu karena memang di tempat itulah kebetulan beliau n berhenti. Maka dari itu, Umar z memandang bahwa mengikuti bentuk perbuatan Nabi n tanpa adanya kesamaan tujuan tidak termasuk mutaba’ah (mencontoh Nabi ). Bahkan, mengkhususkan shalat di tempat tersebut adalah bid’ah ahlul kitab yang menyebabkan kebinasaan mereka. Beliau n sendiri melarang kaum muslimin untuk tasyabbuh (menyerupai) ahlul kitab. Pelakunya menyerupai Nabi n dalam hal perbuatan, namun menyerupai Yahudi dan Nasrani dalam hal tujuan, yaitu amalan hati.” (Majmu’ al-Fatawa 1/281)
Bayangkan, betapa mendalam keilmuan Umar bin al-Khaththab. Sungguh kuat prinsip beliau di dalam menjalankan bimbingan dan tuntunan Nabi Muhammad . Beliau melarang kaum muslimin untuk sengaja mendatangi tempat yang secara kebetulan pernah disinggahi oleh Rasulullah n kemudian shalat di tempat tersebut. Umar z melarang kaum muslimin sengaja datang dan shalat di tempat tersebut.
Lalu bagaimanakah kiranya kemarahan Umar bin al-Khaththab z jika melihat dan menyaksikan kondisi sebagian kaum muslimin sekarang, yang sengaja mencari dan mendatangi tempat-tempat yang dianggap keramat dan mendatangkan berkah, dengan alasan bahwa tempat tersebut pernah digunakan oleh wali atau orang saleh untuk menyendiri dan beribadah?
4. Ibnu Wahdhah juga meriwayatkan bahwasanya Umar bin al-Khaththab z memerintahkan untuk menebang sebuah pohon di tempat para sahabat membaiat Rasulullah n di bawah naungannya (pohon dalam kisah Bai’at ar-Ridhwan). Alasannya, banyak manusia mendatangi tempat tersebut untuk melaksanakan shalat di bawah pohon itu. Beliau z mengkhawatirkan timbulnya fitnah pada mereka nantinya seiring perjalanan waktu. (al-Bida’ wan Nahyu ‘anha hlm. 42, al-I’tisham 1/346)
Al-Hafizh t berkata dalam Fathul Bari (7/448), “Aku menemukan dalam (kitab) Ibnu Sa’d dengan sanad yang sahih dari Nafi’ bahwa Umar z mendengar berita tentang orang-orang yang mendatangi pohon tersebut untuk menunaikan shalat di sampingnya. Umar z kemudian mengancam mereka dan memerintahkan agar pohon tersebut ditebang. Pohon tersebut pun akhirnya ditebang.”
Al-Imam al-Bukhari t meriwayatkan dari Ibnu Umar c bahwa beliau berkata, “Pada tahun berikutnya, kami kembali ke tempat tersebut. Tidak ada seorang pun yang sepakat tentang letak pohon tempat kami berbaiat di bawahnya. Hal itu adalah rahmat dari Allah l.”
Al-Hafizh Ibnu Hajar t berkata, “Hikmahnya adalah agar tidak terjadi fitnah karena pernah terjadi kebaikan di bawah pohon tersebut. Andai saja pohon itu tetap ada, tentu tidak dirasa aman dari bentuk pengagungan terhadap pohon tersebut oleh sebagian orang-orang jahil. Bahkan, mungkin saja akan mendorong mereka untuk meyakini bahwa pohon tersebut dapat mendatangkan manfaat atau menolak mudarat, sebagaimana hal tersebut kita saksikan pada zaman ini terhadap sesuatu yang lebih rendah kedudukannya. Tentang hal inilah Ibnu Umar c memberikan isyarat, ‘Hal tersebut adalah rahmat.’ Artinya, tersembunyinya pohon tersebut adalah rahmat dari Allah l.”
Apa pun keadaannya, pohon tersebut tidak lagi diketahui secara pasti letaknya. Apakah karena kekuasaan Allah l sebagai rahmat dari-Nya—sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Umar c—atau hal tersebut terjadi melalui tangan Umar bin al-Khaththab z. Yang jelas, hal ini menunjukkan bahwa mencari jejak petilasan nabi atau orang saleh, demikian juga mengagungkan tempat-tempat terjadinya peristiwa besar, bukan termasuk ajaran Islam.
Dalil Aqli
Di antara faktor yang menunjukkan bahwa tabarruk dengan atsar-atsar (jejak petilasan) tidak disyariatkan dan merupakan perkara baru yang diada-adakan adalah sebagai berikut.
1. Ziarah atau tabarruk semacam ini tidak pernah terjadi pada masa Rasulullah n. Tidak ada satu pun kabar yang benar, tidak dengan isnad yang sahih, hasan, bahkan dhaif sekalipun. Tidak pernah diriwayatkan bahwa seseorang bertabarruk dengan jejak beliau n di sebidang tanah pada zamannya.
Terhadap Rasulullah n saja, makhluk terbaik dan termulia di sisi Allah l, tidak diperbolehkan. Lalu bagaimana jika dilakukan dan diberikan kepada selain Nabi n? Tentu lebih tidak boleh lagi.
2. Berkah diri para nabi dan rasul tidak menular ke tempat-tempat di bumi. Jika tidak demikian, semestinya setiap jengkal tanah yang mereka injak, atau duduki, atau jalan yang mereka lalui, bisa dicari berkahnya dan dapat dijadikan tempat mencari berkah.
Ini adalah sebuah konsekuensi yang pasti batil. Ini tampak jelas bagi orang yang mau memikirkan kemungkinan meluas dan sambung-menyambungnya dimensi ini.
3. Mencari berkah dengan tempat-tempat di bumi menyelisihi sunnah seluruh nabi sebelum Nabi kita Muhammad n. Mereka tidak mengutamakan bekas-bekas para nabi di bumi sebelum mereka, tidak pula menyuruh seseorang untuk mengutamakannya. Maka dari itu, segala sesuatu yang berbeda dengannya berarti termasuk yang hal dibuat-buat oleh orang-orang zaman ini yang mengerjakan sesuatu yang tidak diperintahkan setelah wafatnya para nabi mereka. Ketika aturan-aturan syariat menyulitkan mereka, mereka gemar melakukan tabarruk yang bid’ah dalam rangka memohon ampunan dari dosa-dosa dan bertambahnya kebaikan. Maka dari itu, Umar z pernah berkata, “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa karena perbuatan seperti ini. Mereka mencari-cari petilasan (jejak) para nabi mereka.”
4. Tempat-tempat di bumi tidak ada berkahnya melainkan dengan adanya ketaatan yang terjadi secara terus-menerus di sana. Ini menjadi sebab diturunkannya berkah dari Allah l. Masjid-masjid diberkahi juga karena ketaatan itu. Berkahnya pun akan hilang bersama dengan sirnanya ketaatan darinya.
Di antara yang bisa dijadikan contoh adalah masjid-masjid yang dapat ditundukkan oleh orang-orang kafir harbi lalu mereka jadikan sebagai gereja. Hilanglah darinya berkah masjid yang terjadi ketika Allah l ditaati di dalamnya. Setelah syirik muncul dan ibadah untuk selain Allah l dilakukan di sana, berkah itu tercabut. Ini adalah kebenaran yang tidak dapat dibantah dan diperselisihkan. (Hadzihi, asy-Syaikh Shalih Alusy Syaikh)
Penutup
Mudah-mudahan sedikit pemaparan di atas, yang dilandasi oleh dalil-dalil naqli dan aqli, dapat memberikan manfaat dan pencerahan dalam berpendapat. Pastinya, kebenaran itu hanyalah yang datang dari Allah l dan Rasul-Nya n. Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami kebenaran itu sebagai kebenaran dan bimbinglah kami untuk mengikutinya. Ya Allah, tunjukkanlah pula untuk kami kebatilan itu sebagai kebatilan dan tuntunlah kami untuk menjauhinya.
Kabulkanlah, ya Arhamar Rahimin.
Share:

Rabu, 22 Juni 2016

JANGAN TAKUT MENYUARAKAN KEBENARAN

Nabi shallallahu alaihi was sallam bersabda:

*لا يَمنَعَنَّ رَجُلاً هَيبَةُ النَّاسِ أن يقول بحقٍّ إذا عَلِمَهُ [أو شَهِدَهُ أو سمِعَهُ].*

“Janganlah sekali-kali ketakutan kepada manusia menghalangi seseorang untuk mengatakan kebenaran jika dia mengetahuinya atau menyaksikannya atau mendengarnya.”

Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany rahimahullah berkata:

وفي الحديث: النهي المؤكد عن كتمان الحق خوفاً من الناس، أو طمعاً في المعاش، فكل من كتمه مخافة إيذائهم إياه بنوع من أنواع الإيذاء؛ كالضرب والشتم وقطع الرزق، أو مخافة عدم احترامهم إياه ونحو ذلك؛ فهو داخل في النهي ومخالف للنبي ﷺ، وإذا كان هذا حال من يكتم الحق وهو يعلمه؛ فكيف يكون حال من لا يكتفى بذلك، بل يشهد بالباطل على المسلمين الأبرياء، ويتهمهم في دينهم وعقيدتهم؛ مسايرة منه للرعاع، أو مخافة أن يتهموه هو أيضاً بالباطل إذا لم يسايرهم على ضلالهم واتهامهم؟! فاللهم ثبتنا على الحق، وإذا أردت بعبادك فتنة؛ فاقبضنا إليك غير مفتونين.

“Di dalam hadits ini terdapat larangan yang ditekankan dari perbuatan menyembunyikan kebenaran karena takut kepada manusia atau karena keinginan untuk mendapatkan penghasilan. Jadi siapa saja yang menyembunyikannya karena takut terhadap gangguan mereka terhadapnya dengan sesuatu yang menyakitkan, seperti pukulan, cacian, dan terputusnya rezeki, atau mereka tidak lagi menghormatinya, dan semisalnya, maka itu termasuk dalam larangan dan menyelisihi Nabi shallallahu alaihi was sallam.
Dan jika seperti ini keadaan orang yang menyembunyikan kebenaran dalam keadaan dia mengetahuinya, maka bagaimana dengan keadaan orang yang tidak sebatas melakukan hal itu saja, bahkan dia bersaksi secara bathil untuk menjatuhkan kaum muslimin yang tidak bersalah, menuduh sesat agama dan akidah mereka demi mengikuti kemauan orang-orang awam, atau karena dia juga takut mereka akan menuduhnya dengan kebathilan jika dia tidak sejalan dengan mereka dalam kesesatan dan tuduhan dusta mereka?!
Yaa Allah, kokohkanlah kami di atas kebenaran, dan jika Engkau ingin menimpakan fitnah kepada hamba-hamba-Mu, maka wafatkanlah kami dalam keadaan tanpa terfitnah.”

Silsilah ash-Shahihah, no. 168

Majmu’ah Marhaban “Yaa Thalibal ‘Ilmi”
Share:

MENGIMAMI SHOLAT TARAWIH DENGAN MEMEGANG DAN MEMBACA MUSHAF

Ketika mendapati sebagian imam mengimami tarawih dengan memegang mushaf atau menaruh sebuah mushaf jumbo terbuka di depannya,banyak dari kita yang mungkin bertanya- tanya.Itu ada sunnahnya atau tidak?

Ini alfaqir bawakan sebuah riwayat dari Al Bukhari secara muallaq (tidak disebut sanadnya) tentang atsar dari ibunda Aisyah radhiyallahuanha.

Riwayat tersebut adalah:
ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺑﻜﺮ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﻣﻠﻴﻜﺔ ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﺃﻧﻬﺎ ﺃﻋﺘﻘﺖ ﻏﻼﻣﺎ ﻟﻬﺎ ﻋﻦ ﺩﺑﺮ ﻓﻜﺎﻥ ﻳﺆﻣﻬﺎ ﻓﻲ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻓﻲ اﻟﻤﺼﺤﻒ

"Dari Abu Bakar bin Abi Mulaikah dari Aisyah, bahwa beliau memerdekakan budak miliknya secara mudabbar .Budaknya kemudian mengimami Aisyah di bulan Ramadhan dengan membaca dari mushaf."

Dari hadits ini,Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah menukilkan di Fathul Baari tentang salah satu pendapat para ulama tentang bolehnya mengimami sambil melihat mushaf.

Berikut nukilan dari Fathul Baari:

ﻗﻮﻟﻪ ﻓﻲ اﻟﻤﺼﺤﻒ اﺳﺘﺪﻝ ﺑﻪ ﻋﻠﻰ ﺟﻮاﺯ ﻗﺮاءﺓ اﻟﻤﺼﻠﻲ ﻣﻦ اﻟﻤﺼﺤﻒ

" (redaksi hadits yang berbunyi) membaca dari mushaf ,dari sini dijadikan dalil kebolehan orang yang shalat sambil membaca dari mushaf."

Wallahul Muwaffiq

#alfaqir
#An Nashoih As Salafiyyah
Share:

DIANTARA SUNNAH YANG TELAH DITINGGALKAN MANUSIA SETELAH MEMBACA AL-QURAN

Janganlah engkau membaca:

صدق الله العظيم

akan tetapi bacalah:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ ، أشهد أن لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

Sunnah yang kebanyakan manusia melalaikannya setelah membaca Al-Qur'an. Disunnahkan setelah selesai membaca Al-Quran untuk membaca :

( سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ ، أشهد أن لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ ).

"Maha Suci Engkau Ya Allah dan dengan memuji-Mu, aku bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Engkau, aku memohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu."

Dalil akan hal itu adalah: 

Dari Aisyah radhiallahu'anha berkata:  Tidaklah Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam duduk di satu majlispun dan TIDAKLAH MEMBACA QUR'AN dan mengerjakan shalat apapun kecuali beliau menutupnya dengan bacaan itu."

Lalu Aisyah berkata : Aku bertanya: "Wahai Rasulullah, saya melihat engkau. Tidaklah engkau duduk dalam suatu majlis, tidak pula engkau membaca Qur'an, tidak pula engkau mengerjakan shalat apapun kecuali engkau menutupnya dengan membaca bacaan tadi?"

Jawab beliau: "Ya, barangsiapa yang mengucapkan kebaikan ditutup untuknya penutup di atas kebaikan tadi. Dan barang siapa yang mengucapkan kejelekan (dalam majlisnya), maka bacaan doa tadi sebagai penghapus kejelekan (kaffarah) baginya.

( سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ ، أشهد أن لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ ).

"Maha Suci Engkau Ya Allah dan dengan memuji-Mu, aku bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Engkau, aku memohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu."

Imam An-Nasaai membuat Bab atas hadits ini dengan perkataan beliau:  "Bab Apa yang dibaca setelah membaca Al-Quran." Sanadnya shahih:  Dikeluarkan oleh An-Nasaai dalam As-Sunan Al-Kubra dan Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam An-Nukat 2/733. Sanadnya shahih.

Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata dalam Ash-Shahihah 7/495 :  Ini adalah sanad yang shahih juga diatas syarat Muslim.

Syaikh Muqbil Al-Wadii berkata dalam Al-Jami' As-Shahih mimma Laisa fi Ash-Shahihain 2/128: Ini adalah sanad yg shahih.

Manusia sekarang meninggalkan sunnah yang satu ini, mereka malah membaca doa setelah membaca Al-Quran: "Shadaqallahul Azhiim"

Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah Tentang Shadaqallahul Azhiim :

Menjadikan kalimat "Shadaqallahul Azhiim" dan yang semisalnya sebagai penutup untuk membaca Al-Quran itu bidah.  Karena tidak pasti dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kalau beliau membacanya setiap selesai membaca Al-Quran. Kalau seandainya hal itu disyariatkan untuk menutup bacaan Al-Qur'an niscaya beliau  membaca setelahnya.

Dan telah pasti dari beliau bahwasanya beliau bersabda:

"Barang siapa yang mengada-adakan dalam urusan kami ini perkara yang bukan darinya maka hal itu tertolak." (HR. Bukhary dan Muslim)..

Hanya Allahlah tempat memohon Taufiq.
Dan shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi kita Muhammad, Keluarga beliau dan sahabat beliau.

Komite Tetap Untuk Pembahasan Ilmiyah Dan Fatwa.

Dipimpin oleh Imam Abdul Aziz Bin Baaz rahimahullah
Anggota : Al-Allamah Abdullah bin Ghudayyan rahimahullah.
Anggota Al-Allamah AbdurRazzaq Afifi rahimahullah.

Sumber Fatwa no 7306.

Kunjungi || http://forumsalafy.net/diantara-sunnah-yang-telah-ditinggalkan-manusia-setelah-membaca-al-quran/

⚪ WhatsApp Salafy Indonesia
Share:

PARA PEKERJA YANG MENGALAMI KELELAHAN KARENA PEKERJAANNYA KETIKA RAMADHAN

Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin -rahimahullah- :

Pertanyaan:
"Apakah boleh bagi seorang pekerja ketika (terasa) berat pekerjaannya untuk berbuka?"

Jawaban:
"Wajib atas mereka untuk tetap berpuasa dan hendaknya mereka meminta pertolongan kepada Allah-'azza wa jalla-. Barang siapa yang meminta pertolongan kepada Allah, pasti Allah akan menolongnya.

Jika di pertengahan siang mereka memang mengalami rasa haus yang bisa membahayakan, atau menyebabkan kebinasaan mereka, maka tidak mengapa baginya untuk berbuka karena kondisi darurat.

Akan tetapi yang lebih baik dari ini mereka bersepakat dengan perusahaan, atau tuannya, bahwa untuk pekerjaan selama bulan Ramadan dikerjakan pada malam hari, atau sebagiannya di malam hari dan sebagiannya lagi di siang hari, atau meminta agar waktu kerjanya dikurangi.

Sehingga bisa melaksanakan tugas kerja dan tetap berpuasa dengan nyaman."

Sumber: Majmu' Fatawa Ibnu Utsaimin  (19/89)
Share:

CATATAN EKS CAKRABIRAWA TENTANG PKI

Judul Asli WACANA & CATATAN  EKS CAKRABIRAWA JADI SALAFI

Eks Cakrabirawa jadi Salafi

Ditulis Oleh : ing
pada: Rabu, 22 Juni 2016 7:12
pada: Wacana & Catatan

Oleh: Mochamad Rona Anggie*

Angin malam menemani. Semakin larut kilometer bertambah. Kantuk dihadang. Lelah dilawan. Pedal gas ditekan. Kemudi menari-nari. Tak boleh hilang kendali. Awas! Rem senantiasa siaga.

Selama 20 tahun, Baharudin Hasibuan menjalani malam-malam perjuangan. Mengakrabi lampu tembak. Menyalip kendaraan lain penuh waspada dalam remang cahaya bulan. Melalui antar kota dan provinsi. Demi menghidupi anak istri. “Anak banyak, saya harus bekerja,” kata lelaki 75 tahun itu, belum lama ini.

Padahal sebelumnya, dia memang terlatih menembak. Melakoni kehidupan penuh aksi. Melewati batas hidup dan mati membela negeri. Prajurit muda yang terjun dalam operasi pembebasan Irian Barat. Menunaikan seruan Pemimpin Besar Revolusi, Soekarno.

Sekian personil berjibaku di belantara cendrawasih. Mujur, demikian takdir Baharudin. Dia termasuk yang bisa bertahan. Baik dari ganasnya alam, maupun deras desingan peluru. Lainnya tinggal nama di bumi Jayawijaya. Karena satu peristiwa, kemudian dia terdampar di belakang kemudi bus malam. Menembak tak lagi dengan peluru. Tapi dengan sinar lampu.

*

“Saya masih merasa takut sampai hari ini,” ucap Baharudin di kediaman Desa Ciporang, Kuningan. Ayah sepuluh anak itu menerima kami – sahabat satu pengajiannya – penuh kehangatan. Udara dingin kaki gunung Ciremai melapisi lantai. Kaki para tamu tak kuasa dipijakan. Menggantung di sela-sela kursi. Selain penulis, ada Maman Salim, Abu Irbadh, dan Abu Harits Faishol. Ketiganya veteran Laskar Jihad perang Ambon.

Logat Batak Mandailing Baharudin meninggi, kadang parau agak tertahan. Tampak beban sejarah menghimpitnya. Ingatan masa lampau amat membekas. Ingin tak cerita pada siapapun, tapi situasi negeri membuka kembali memori. Bungkam bukan hal mudah. Terlebih, saat ini lelaki kelahiran Pematang Siantar itu aktif dalam pengajian sunni-salafi,ahlussunnah wal jamaah.

Butuh kejujuran dalam hari-hari sebagai seorang salafi. Tak bisa membohongi diri dengan sesuatu yang melanggar syariat. Nurani akan terketuk. Meminta jawab atas apa yang pernah dilakukan. Masa lalu Baharudin terkuak. Kepada Ustad Abu Ibrohim Hamzah, pengasuh kajian salafi di Kuningan, dia bertanya beberapa hal yang dianggap kekeliruan. Dari perbincangan diketahui, kakek 13 cucu itu ternyata eks pasukan elit pengamanan presiden Soekarno, Cakrabirawa.

“Beliau tanya soal hukum dulu pernah memakai jimat-jimat, dan hal lain. Dari situ obrolan berlanjut, ternyata beliau mantan Cakrabirawa,” kata ustad asal Desa Cineumbeuy, Kuningan.

Pemberitaan media massa belakangan mengemuka. Ada upaya pihak tertentu ingin “menerima” kembali komunisme di tengah kehidupan bangsa Indonesia. Baharudin mengelus dada. Terkenang satu kepingan cerita hidup. Ada amarah terpendam dalam dirinya. Dia sadar ideologi yang tak menuhankan Tuhan itu berlumur darah. Menyulut pemberontakan. Memercikan bara perang saudara. Bukan hanya di Indonesia, tapi juga di rahim ibunya, Soviet dan Tiongkok.

*

Ketegangan menghinggapi dua bintara senior Cakrabirawa. Mereka berhadapan. Sesekali saling pandang. Udara sejuk sekitar Istana Bogor tak mengurangi tensi keduanya. Saling adu strategi. Otak diperas, pengalaman dibuka. Siapa bisa menghentikan langkah raja lawan lebih dulu. Siapa paling ganas melahap pion lawan.

Pertemuan terakhir dengan Zul Arif siang itu, mengubah kompas hidup Baharudin 180 derajat. Padahal dia sedang menikmati masa pendidikan Sekolah Calon Perwira (Scapa). Berpeluang punya pangkat melati dan bintang. Terbayang kehidupan menjadi lebih nyaman. Tak lagi sebagai prajurit tempur, tapi menjadi perwira yang menyuruh gempur. “Pangkat terakhir saya Serka. Ikut Scapa antara 1963-1964,” bebernya.

Malam harinya, Zul Arif bersama personil Cakrabirawa di bawah komando Kolonel Untung, ambil bagian dalam Gerakan 30 September 1965. Baharudin tak tahu pasti. Sohibnya itu mengerti tujuan pemberontakan, atau sekadar taat perintah pada  atasan yang memang pendukung Partai Komunis Indonesia (PKI).

Aksi Cakrabirawa tak berjalan mulus. Kolonel Untung dan pasukannya berhasil menguasai RRI. Dewan Revolusi diumumkan sebagai tandingan Dewan Jenderal. Namun petinggi Angkatan Darat (AD) di Jakarta tak hilang taji. Mereka masih punya nyali. Terlebih jenderal besar AD, Abdul Haris Nasution, lolos dari pembunuhan.

Pangkostrad, Mayjen Soeharto, ditugaskan membenahi keadaan. Esok hari, 1 Oktober, RRI berhasil direbut kembali. Keadaan berbalik. Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) turun tangan. Situasi dikendalikan TNI. Cakrabirawa kemudian dibidik.

“Saya masih berjaga di Istana Bogor saat kejadian,” terang Baharudin. Seluruh pasukan Cakrabirawa terkontaminasi selepas itu. Persepsi pimpinan TNI AD semua sama: personil Cakrabirawa terlibat G-30-S/PKI. Moncong senapan prajurit TNI semua terarah pada Cakrabirawa. Padahal tidak demikian. Baharudin dan beberapa rekan tak tahu-menahu soal aksi berdarah itu. “Saya dan ratusan orang lain sempat ditahan dalam satu sel. Pengap sekali, bernapas pun sulit,” paparnya.

Dia ingat saat di sel, setiap malam dua orang temannya dibawa keluar dan tidak kembali lagi. Insting prajurit Baharudin membaca mereka yang tak kembali pasti sudah dibunuh.

Bulan penuh bencana pasca kejadian. Pembunuhan terhadap mereka yang terkait PKI menjadi “legal”. Terlebih setelah Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) 1966 terbit. Soekarno memberi kewenangan tak terbatas pada Soeharto. PKI resmi dilarang. Pembersihan terhadap orang-orang PKI dan simpatisannya meluas.

Di titik ini, naluri alamiah Baharudin untuk mencari selamat menguat. Walau merasa tidak terlibat pembunuhan para jenderal, secara sadar ia tahu nyawanya terancam. Cepat atau lambat ia bisa dieksekusi. Berat hati, ia pun memilih meneruskan hidup dalam pelarian. Ia lepas baret kebanggaan Cakrabirawa. Menjalani hari-hari sebagai rakyat biasa. “Dari Jakarta saya langsung ke Kuningan. Tak ada saudara, tak ada kawan. Sampai kemudian bisa menikah di sini,” kenangnya.

Ditanya apakah sekarang PKI bisa muncul kembali? Lelaki yang pernah bertugas di kesatuan Banteng Raiders itu menyatakan sulit. “Angkatan Darat sudah kuat sekali. Tidak bakal membiarkan PKI hidup kembali,” tegasnya.

Menjelang Isya, kami pamit. Azan berkumandang. Baharudin bersiap ke masjid. “Belum lama saya sempat pulang ke Medan. Ada anak baru selesai wisuda kemudian menikah,” katanya dengan senyum mengembang.

Para tamu pulang. Selepas salat, Baharudin bisa menikmati segelas teh manis hangat. Bersenda gurau dengan anak-cucu. Tak perlu lagi datang ke pangkalan bus.


*) Mantan wartawan. Pemerhati sosial dan keagamaan.

Tags:cakrabirawasalafi
Share:

Rabu, 02 Juli 2014

KISAH PENGALAMAN SEORANG PETERNAK SAPI

Apr 22, '08 7:49 PM
for everyone

Salam Sapi Boss,
Beberapa tahun silam, saya jalan-jalan melihat kebunku yang penuh dengan bunga di suatu desa. Saat kepanasan dan kecapean, si pengurus kebun menemani berteduh di gubuk sambil berbincang-bincang. Dia mengajukan usul "Boss kita pelihara sapi Boss, beli DUA di gemukin hasilnya bisa beli TIGA" . Dalam pikiran saya "Buset dah, bisnis yang sangat cerah prospeknya, nggak ada salahnya di coba". Walaupun penuh rasa keraguan, apa iya sih, kalau iya kenapa nggak ada yang melakukannya di desa itu. Tapi nothing to loose, worthed to try. Si penjaga kebun sebut saja si RW, sudah punya satu, saya beli satu lagi, nyicil sih belinya. Ternyata bener juga dia bilang , saat di jual kita bisa beli tiga, namun yang satu kecilan. Nggak salah ternyata si RW. Lalu kita bersama membeli tiga sapi, dua betina satu betina anakan. Setelah beberapa saat jumlah sapi jadi LIMA. Wah bener-bener cerah nih usaha.

Mulai dah nekat dikit dengan membeli lebih banyak sapi lokalan artinya beli di pasar lokal deket desa tersebut. Kemudian di besarkan dengan pola mereka alias dengan di kasih makan rumput belaka. Hasil jual untungnya di bagi dua (namanya MARO)
Dalam jumlah yang agak banyak dan di tangani oleh banyak orang inilah MASALAH MULAI TIMBUL.
Pokok masalah yang utama adalah MENTALITAS masyarakat pedesaan yang berpola pikir " KERJA SEKARANG YA HASILNYA JUGA SEKARANG", sedangkan akar masalah untuk ini adalah "beberapa saat" nya itu, ternyata luama buanget. Sedangkan untuk penggemukan dengan pola intensip, mereka nggak ngarti, dianggapnya pemborosan belaka. Ahirnya satu persatu para PENGURUS SAPI tsb berguguran. Mereka minta hasil kerjanya segera di berikan dengan perhitungan setengah dari kenaikan bobot menjadi hak mereka. Permasalahan pertama dapat di selesaikan dengan baik. Which is good, karena dengan demikian akhirnya tersaring juga SDM mana yang mentalitasnya dapat di ajak maju ke arah bisnis.

Penggemukan di teruskan oleh hanya satu SDM yang tersaring , dengan menggunakan pola intensip, makanan utama konsentrat sedangkan rumput hanya sebagai persyaratan guna memperlancar pencernaan sapi.
TERNYATA PENAMBAHAN BOBOTNYA SANGAT MINIM. Saat di jual untung sih untung tapi MINIM, tidak sesuai dengan rencana semula.
Hasil evaluasi, di gemukin berapa tahun pun bobot sapi nggak akan nambah banyak, karena sapinya sapi KAMPUNG. Ibarat orang desa di kasih Hamburger yg pake keju, yang ada mencret-mencret, bukannya gemuk. KESALAHAN ADANYA DI SI SAPI, BUKAN YANG NGURUS.

Setelah mengirim si pengurus untuk magang di beberapa peternakan pola intensip. Dimulailah gelombang berikutnya.

Sapi di pilih jenis yang cepat besar dan bisa besar, pilihan jatuh pada sapi jenis LIMOUSIN dan SIMMENTAL, yang di datangkan dari Jawa Tengah. Menu makanan utamanya konsentrat di campur Ampas Tahu dan lain2nya. Ampas tahu di dapat dari pabrik tahu yang sengaja di dirikan untuk memenuhi kebutuhan sapi dan cari untung tambahan dari jualan tahu sumedang. Nahhhh disini mulai kelihatan peningkatan bobotnya sangat pesat, keuntungan besar mulai terbayang.
Eeeeeehhhhhh tiba2 harga kacang kedelai melonjak nggak terkontrol, pabrik tahu tutup semua, ampas tahu nggak punya. Untung masih banyak singkong, ampas tahu di ganti singkong mentah. Penambahan bobot masih ok. Berarti keuntungan masih Ok lahhhhhh, yang penting ada lebih-lebihnya dikit lahhhh.

Kesimpulan :
1. Untuk beternak dengan sekala agak besar dengan sistim maro dengan masyarakat desa sulit dilakukan, kecuali COST OF MONEY MUST BE NEGLECTED, arti prakteknya -- jangan di targetkan waktunya.

2. Dengan pola intensip dan jenis sapi yang sesuai, biayanya sangat tinggi, namun keuntungannya juga lebih tinggi.

Permasalahan:
1. MENTALITAS SDM. Seperti yang saya uraikan di atas. Ahirnya sulit untuk mengangkat pendapatan masyarakat desa secara makro ( banyak orang). Karena untuk pola intensip ini, SATU orang mampu mengurus DUAPULUH EMPAT SAPI. Yang awalnya 8 orang untuk 24 sapi, kini hanya 1 orang untuk 24 sapi. Makanan full konsentrat, rumput beli atau bayar orang untuk ngarit. Selama ini sih rumput nanem sendiri jadi ngaritnya mudah dan cepat tapi tetap bayar pengaritnya , agar si pengurus bisa konsentrasi di kandang sapi.
Yang bisa menikmati proyek sapi ini ahirnya hanya satu orang yaitu si pengurus, dia mendapat gaji bulanan UMR plus bonus jika keuntungannya melebihi target yang di tentukan, yang lainnya MANYUUUUN dan mohon2 kerjaan, yang tidak akan mungkin saya tampung karena nggak ada kerjaan yang membutuhkan tenaga mereka kecuali ngarit dan kerjaan insidentil.

2. Untuk memperluas sekala peternakan, masalahnya juga MENTALITAS SDM, yang tidak mau kerja jika kandang sapinya agak jauh dari rumahnya yang hanya sekitar satu setengah kilometer. Karena sudah tidak adalagi lahan disekitar rumah mereka untuk kandang yg agak besar (minimum 24 sapi). Alasnnya masuk akal, yaitu takut sapinya di curi orang, karena nggak bisa ngawasin 24 jam.

Jalan keluar untuk perluasan:
Memilih SAPI LIAR (yg tidak di cucuk idungnya dan tidak perlu di ikat meliharanya), sehingga hanya pencuri sapi yang luar biasa mahir dan berani yang akan bisa mencuri. Masalah utamanya untuk ini adalah INVESTASI PEMBUATAN KANDANGNYA SANGAT TINGGI, memerlukan bahan pipa besi yang buanyak sekali, padahal harga besi kan lagi gila2an mahalnya.
Proyek perluasan ini masih saya hitung-hitung dan survey kesana kemari, kalau mulai berjalan kita akan cerita lagi Boss.
Terimakasih dan salam hormat

http://www.sapiology.com
Sekedar berbagi ilmu dari web www.tony_sapi.multiply.com yang sudah tidak ada lagi
Share:
Diberdayakan oleh Blogger.

Kategori

About this blog

Theme Support